Jika Suami Selingkuh, yang Salah Istri atau Dia Sendiri atau Selingkuhannya? Menurutmu?

Mungkin dari jaman kerikil dulu sudah ada yang namanya perselingkuhan, namun makin kesini kok makin meluap ya. Apa alasannya ialah terungkap di media?

Sebenarnya salah wanitanya atau lelaki hidung belang sih!

Namun siapapun yang salah, artikel ini ditulis bukan untuk mencari siapa yang salah siapa yang benar, akan tetapi sering kita tidak adil dalam memandang suatu permasalahan dalam rumah tangga.

Terutama sekali jikalau berkaitan dengan orang ketiga. Para istri sering ilfil dan serta-merta menyalahkan wanita lain sebagai wanita penggoda suami orang. Benarkah demikian?

Pendapat bahwa wanita lain lah yang salah dikarenakan telah menarik hati suami orang, belum tentu sepenuhnya benar. Apalagi banyak istri yang lantas protektif terhadap suami, memeriksa isi hape, isi dompet, isi email, hanya alasannya ialah ketakutan suami tergoda.

Bagaimana pun seksi dan genitnya wanita menggoda, jikalau suami memiliki kepercayaan besar lengan berkuasa dan berkomitmen terhadap rumah tangganya tentu tidak akan terpengaruhi melaksanakan perselingkuhan apalagi hingga "berzina".


Sebagaimana cerita berikut ini:

Abul Faraj Ibnul Jauzy dan ulama lainnya meriwayatkan, bahwa ada seorang wanita bagus tinggal di Makkah. Ia sudah bersuami.

Suatu hari ia bercermin dan menatap wajahnya sambil bertanya kepada suaminya: “Menurutmu, apakah ada seorang lelaki yang melihat wajahku dan tidak akan tergoda?”

Sang suami menjawab: “ada!”

Si istri bertanya lagi: ”Siapa dia?”

Suaminya menjawab: ”Ubaid bin Umair.” (Seorang Qodhi Makkah waktu itu).

Sang istri berkata: ”Ijinkan saya menggodanya.”

“Silahkan , saya telah mengijinkanmu.” jawab suaminya.

Maka wanita itu mendatangi Ubaid bin Umair ibarat layaknya orang yang meminta fatwa. Beliau membawanya ke ujung masjid Al Haram dan wanita itu menyingkapkan wajahnya yang bagaikan kilauan cahaya rembulan.

Maka Ubaid berkata kepadanya: “Wahai hamba Allah, tutuplah wajahmu.”
Si wanita menjawab: “Aku sudah terpengaruhi denganmu.”

Beliau menanggapi: “Baik. Saya akan bertanya kepadamu perihal satu hal, apabila kau menjawab dengan jujur, saya akan perhatikan keinginanmu.”

Si wanita berkata: “Aku akan menjawab setiap pertanyaanmu dengan jujur.”

Beliau bertanya: “Seandainya ketika ini malaikat kematian datang kepadamu untuk mencabut nyawamu, apakah engkau ingin saya memenuhi keinginanmu?”

Si wanita menjawab: “Tentu tidak.”

Beliau berkata: “Bagus, engkau telah menjawabnya dengan jujur.”

Beliau bertanya lagi: “Seandainya engkau telah masuk kubur dan berkemas-kemas untuk ditanya, apakah engkau suka bila sekarang kupenuhi keinginanmu?”

Si wanita menjawab: “Tentu saja tidak.”

Beliau berkata: “Bagus, engkau telah menjawabnya dengan jujur.”

Beliau bertanya lagi: “Apabila insan sedang mendapatkan catatan amal perbuatan mereka, lalu engkau tidak mengetahui apakah akan menerimanya dengan asisten ataukah dengan tangan kiri, apakah engkau suka bila sekarang kupenuhi keinginanmu?”

Si wanita menjawab: “Tentu saja tidak.”

Beliau berkata: “Bagus, engkau telah menjawabnya dengan jujur.”

Beliau bertanya lagi: “Apabila engkau sedang akan melewati Ash-Shirat, sementara engkau tidak mengetahui akan selamat atau tidak, apakah engkau suka bila sekarang kupenuhi keinginanmu?”

Si wanita menjawab: “Tentu saja tidak.”

Beliau berkata: “Bagus, engkau telah menjawabnya dengan jujur.”

Beliau bertanya lagi: “Apabila telah didatangkan neraca keadilan, sementara engkau tidak mengetahui apakah timbangan amal perbuatanmu ringan atau berat, apakah engkau suka bila sekarang kupenuhi keinginanmu?”

Si wanita menjawab: “Tentu saja tidak.”

Beliau berkata: “Bagus, engkau telah menjawabnya dengan jujur.”

Beliau bertanya lagi: “Apabila engkau sedang bangun dihadapan Yang Mahakuasa untuk ditanya, apakah engkau suka bila sekarang kupenuhi keinginanmu?”

Si wanita menjawab: “Tentu saja tidak.”
Beliau berkata: “Bagus, engkau telah menjawabnya dengan jujur.”

Beliau lalu berkata: “Bertaqwalah kepada Allah, bahwasanya Yang Mahakuasa telah menunjukkan karunia-Nya kepadamu dan telah berbuat baik kepadamu.”

Abul Faraj berkata: “Maka wanita itupun pulang ke rumahnya menemui suaminya.

Sang suami bertanya: “ Apa yang telah engkau perbuat?”

Si istri menjawab: “Sungguh engkau ini pengangguran (kurang ibadah) dan kita ini semuanya pengangguran.”

Setelah itu si istri menjadi giat sekali melaksanakan sholat, shaum, dan ibadah-ibadah lain.

Hingga si suami hingga berkata: “Apa yang terjadi antara saya dengan Ubaid? Ia telah merubah istriku. Dahulu setiap malam bagi kami bagaikan malam pengantin. Sekarang ia telah berkembang menjadi andal ibadah?”

Jelas bahwa fitnah terbesar pun, yakni wanita, tidak akan berdampak pada seorang pria yang beriman.

Sehingga terang bahwa yang perlu selalu diperbaiki dalam rumah tangga kita ialah keimanan yang lurus pada Allah. Semoga Yang Mahakuasa membentengi rumah tangga kita dengan kepercayaan dan ketaqwaan padaNya.

(Dinukil dari kitab Raudhatul Muhibbin wa Nuzhatul Musytaaqin Karya Ibnul Qayyim Al-Jauziyah)


Sumber https://shareanekainfo.blogspot.co.id/

Subscribe to receive free email updates: